Aku pernah bertanya pada Tuhan, mengapa semua ini terjadi padaku. Mengapa disaat aku merasakan kebahagiaan yang benar-benar utuh, kemudian tiba-tiba Tuhan menghancurkan hatiku dalam hitungan detik. Lebur. Lebur tak bersisa. Entah, aku merasa patah hati kali ini jauh lebih parah dan menyakitkan dibandingkan patah hati sebelumnya. Bahkan, aku tak pernah lagi mampu tersenyum bahagia ketika melihat kedua matanya. Tak ada lagi kedamaian yang terpacar dari kedua matanya. Sorot matanya yang tegas membuatku bertanya-tanya, "Apa yang sedang kamu pikirkan saat ini? Apakah kamu merindukanku?" Jelas tidak. Aku tahu itu. Aku tahu sebelum ia menjawab pertanyaanku. Bukan, bukan karena nuraniku tidak mengikhlaskannya. Melainkan, masih ada luka yang belum sembuh sejak pertama kali ia pergi meninggalkan rumah -ku. Terkadang, aku suka berpikir cara apa lagi yang harus kulakukan untuk melupakannya. Menjauhinya, menghindarinya, mendiamkannya, hingga akhirnya hatiku menyerah dan memilih untuk m...