Skip to main content

Wedang Jahe Buatan Emak.


pixabay/TerriC
Senyuman itu kembali membawa kehangatan di kedua pipiku. Aku merasakan ketulusan dari sorotan matanya yang mulai rabun. Tangannya terasa dingin saat menyentuh lenganku. Terlihat  guratan tipis di sudut mata dan bibir tipisnya. Garis garis keriput pun semakin terlihat nyata di wajah Emak.   
      “Mau kubuatkan wedang jahe, Mak?” tanyaku lembut
Emak hanya menggeleng pelan. Ia memberi tanda, katanya “Jangan, nanti merepotkan.”

Aku membalasnya dengan senyum, sambil mengurut kaki dan tangan Emak.

        Sejak dua tahun yang lalu, emak terserang stroke ringan, hingga membuat sebagian tubuhnya menjadi lumpuh. Dulunya, emak sempat membuka usaha  menjahit kebaya. Sejak bapak meninggal belasan tahun yang lalu, emak yang menggantikan bapak untuk mencari uang untuk menyekolahkanku. Emak banting tulang siang dan malam hingga aku bisa melanjutkan studiku di luar negeri. 

          Hingga suatu hari, penyakit itu menyerang emak. Karena bertepatan dengan hari lebaran, orderan dari pelanggan meningkat. Emak sempat kewalahan, karena pada saat itu sebagian karyawannya telah  pulang kampung dan dua orang lainnya yang biasa membantu emak izin tidak masuk karena sakit.

      Kebetulan, pada saat itu aku sedang melanjutkan studi bisnisku  di negeri Sakura. Aku mendapat kabar dari Pak Retno bahwa Ibu masuk rumah sakit. Sore itu juga, aku memesan tiket menuju Jakarta.  Aku sampai di rumah sakit sekitar pukul dua belas malam. Pada malam itu, Pak Retno dan Bu Dewi yang menunggu emak di rumah sakit. Kata mereka, Emak kelelahan setelah seharian menjahit pesanan. Mereka mendapati emak jatuh pingsan setelah terpeleset di kamar mandi. Setelah dua jam kami menunggu, seorang dokter keluar dari ruang UGD. Kami mendapat kabar buruk dari dokter yang menangani emak. Jatuhnya emak mengenai salah satu saraf di otak, yang membuat sebagian tubuh emak menjadi sulit digerakan. Beliau juga menjadi sulit untuk berbicara. Sejak saat itu, emak tidak melanjutkan usaha menjahitnya lagi.  

***

Nyatanya, penyakit yang diderita emak tidak mengurangi semangat beliau untuk sembuh. Kini, emak masih dalam proses pemulihan dengan berobat jalan. Badannya sudah tidak lagi kaku, namun masih sulit untuk berbicara. Emak memang wanita terkuat yang pernah ku kenal. Buktinya saja,  saat berada di Jakarta emak sering membuatkanku segelas wedang jahe hangat. Setiap pulang ke Indonesia, Emak selalu menyambutku dengan hangat. Aroma jahe sudah tercium dari depan rumah. Itu tandanya Emak sedang meracik wedang jahe andalannya.

            Setiap kali aku menghirup aroma jahenya saja, segelas wedang jahe buatan emak sudah mampu membuatku bahagia. Cita rasanya tidak pernah berubah, bahkan sejak Bapak masih ada. Bapak sempat bilang, “Wedang jahe buatan Ibumu memang selalu nikmat.” Emak pun tersenyum mendengarnya. Saat hujan tiba, kami bertiga selalu menikmati wedang jahe sambil bercengkramah di teras.

  Bahkan Erni, tetangga sebayaku ikut mengakuinya.  Setelah meneguk wedang jahe buatan emak, ia ingin segera  pulang ke rumah dan menemui ibunya.  

  Asap yang mengepul dari balik gelas menimbulkan aroma jahe yang menghangatkan tubuh. Perpaduan pedasnya jahe dan manisnya gula merah, mampu menenangkan jiwa siapa saja yang meneguknya.  



***

Pernah suatu hari, aku bertanya kepada emak. “Mak, apa sih yang emak campurkan hingga membuat wedang jahe emak begitu luar biasa nikmat?”

Emak tertawa. “Kamu benar mau tahu?” “Iya,Mak. Tolong beritahu aku,” kataku seraya memohon.

“Jadi begini. Sejak dulu, emak hanya mencampurkan ketulusan dan cinta pada wedang jahe buatan emak, “

“Saat kamu menjalankan segala sesuatu dalam hidupmu, dengan penuh  kesabaran  dan hati yang tulus, kelak hidupmu akan berhasil, Ren.  Emak selalu mendoakanmu, Nak.” kata Emak sambil mengusap pelan rambutku.

***

            “Mba Iren, wedang jahenya 2 gelas ya!”

Aku tersenyum melihat pelanggan yang begitu bahagia menikmati wedang jahe buatanku. Mereka terlihat antusias mendatangi ‘Kedai Jahe Bu Lastri’ milikku.  Tak terasa waktu berjalan begitu cepat. Kini bisnis wedang jahe laku pesat, bahkan hingga ke pelosok negeri.  Aku membuka lima cabang  kedai di lima kota besar di Indonesia, salah satunya di Jakarta. Wedang jahe buatan emak digemari masyarakat Jakarta, mulai dari anak-anak , remaja hingga orang tua. Dibalik keberhasilanku menjadi  seorang bussiness woman  yang hebat, semua ini berkat dukungan Emak. Aku sangat bersyukur mempunyai ibu terhebat sedunia. Bahkan, jika waktu mengizinkan, aku ingin bertemu Emak sebentar dalam mimpi. Aku ingin mengucapkan terima kasih atas resep yang ia titipkan untukku.  Meski kini emak sudah tiada, tapi aku yakin emak pasti akan tersenyum melihat diriku yang sekarang. Yah, semua ini tentu berkat doa emak dari surga. []

                                                             ***

Comments

Popular posts from this blog

Aku tak membenci Hujan.

Hujan mengingatkanku akan sebuah kenangan. Karena saat hujan turun,  ia senantiasa memberikan kenangan baru dalam memoriku. Kenangan antara aku dan seseorang yang kucintai. Terkadang hujan datang tak kenal waktu, Namun ia mengerti dan paham kapan waktunya mereda. Bahkan, Seringkali hujan sengaja menjebak kita di tempat yang sama. dan dengan pertanyaan yang sama, "Kapan hujan ini reda?" Dan aku selalu menikmati kehadirannya. Bagiku, hujan memiliki kekuatan tersendiri, untuk menghadirkan kebahagiaan di setiap insan manusia. Kau tahu mengapa aku tak membenci hujan? Sebab selalu ada senyuman yang kulihat setelah hujan reda. Senyumanmu,  gelak tawamu,  bahkan candaan yang senantiasa menghibur hati. Kau tahu mengapa aku tak menbenci hujan? Sebab selalu ada genggaman hangat di jemariku dan seolah ikut berkata,"Tenanglah, Aku ada disini." Kau tahu mengapa aku tak membenci hujan? Karena hujan pandai menyamarkan kesedihan di wajahku. Ia tak pernah t

Lukisan Hujan - Sitta Karina

Resensi Novel   Judul Novel                  :  Lukisan Hujan   Pengarang                  :  Sitta Karina   Penerbit                      :   Terrant Books Tahun                         : 2004   Genre                        :   Novel Remaja(Romance) Tebal buku                  :   386 halaman  ISBN                        :  979-3750-00-6 ·          Sinopsis Novel      Novel “Lukisan Hujan” mengangkat cerita tentang kehidupan Diaz Hanafiah – cowok keturunan Hanafiah Group yang kaya raya dan terkenal, bagian dari  sosialita Jakarta. Orang tuanya merupakan pemilik “Hanafiah Group”, namun Diaz merupakan cowok yang bersikap dingin dan cuek. Karena kesederhanaan yang ditunjukan, dia sering diolok-olok karena tidak se- elite dan se- glamour sepupu-sepupunya.     Dimulai dari kedatangan tetangga baru seorang cewek bernama Sisy yang menggemparkan teman-temannya di komplek Bintaro Lakeside. Diaz yang awalnya penasaran akhirnya malah berkenalan di suatu

De Buron - Maria Jaclyn

PROLOG "Kalau kamu menyayangi seseorang, kamu enggak harus bersama dia untuk menjadi bahagia.Walaupun kalian berpisah,kamu pasti akan bahagia kalau melihatnya bahagia. Kurasa caramu menjadi bahagia salah, karena kulihat sekarang kamu cuma menyakiti dirimu sendiri," kata Ditya lagi.  Judul: De Buron Penulis: Maria Jaclyn Penerbit: Gramedia Pustaka Utama Tahun Terbit: 2005 Jumlah Halaman: 248 Halaman Kategori: Novel ISBN: 979-22-1396-1 Ukuran: 20 cm x 13,5 cm Harga: Rp 26.500,00     Pernah nggak sih kalian ngerasain betapa takutnya didatangi oleh  "Buronan" ? Cemas, Takut, Khawatir pasti menghinggapi perasaan kalian. Perasaan yang serupa timbul pada diri Kimly, cewe baik dan supel, ketika sosok pria bernama Raditya datang ke kehidupannya, hingga akhirnya Ia menyadari akan suatu hal pada sosok Ditya. Novel “De Buron” merupakan salah satu novel romance berbakat karangan Maria Jaclyn,penulis novel berbakat tahun 2005. Novel ini mengangkat