Skip to main content

Kado Terindah Kei


pixabay/blickpixel
Sejak tadi, aku hanya mengaduk-ngaduk secangkir teh manis di depanku sambil memandangi langit di luar sana. Sore ini, langit terlihat mendung. Langit terlihat gelap diselimuti awan tebal yang hitam pekat. Pertanda bahwa hujan segera turun kembali.

           “Kei..”
Suara itu menyadarkanku dari lamunan. Agatha Keinata  atau akrab dengan panggilan Kei. Nama yang unik pemberian Mama, dan aku menyukainya.
         “Sedang mikirin apa? Kok melamun?”
 Aku mengangkat sedikit wajahku , lalu menggeleng sambil tersenyum  menatap wanita di sampingku.  Suara itu berasal dari  Malaikat Pelindungku, Mama.
         “Nggak kok Ma, Kei nggak apa-apa,” balasku sambil tersenyum.
         “Ya sudah, setelah ini kamu ke bawah ya. Papa sudah menunggu di meja makan,” kata Mama lalu keluar dari kamarku. Aku menutup buku fisika di hadapanku.
Aku segera menuju ruang makan. Di meja makan, kami melipat tangan berdoa, kemudian menikmati makan malam yang telah disediakan oleh mama. Sayur lodeh dengan lauk ikan tenggiri dan tempe orek. Menu sederhana namun nikmat untuk kami bertiga. Saat sedang menikmati makan malam, aku mendengar suara dari Papa,
     “Ma, tadi Papa baca berita di koran. Katanya, Bogor sedang di landa banjir dan longsor. Dan katanya banyak korban jiwa yang meninggal dunia,” kata Papa dengan antusias.
      “Astaga, kasihan sekali keluarga korban yang ditinggalkan, ” kata Mama dengan iba.
Bogor?  Kakek kan tinggal di Bogor?
      “Lalu, Bagaimana kabar Kakek, Pa?!” tanyaku tergesa-gesa.
Papa memandangku dengan raut bingung, lalu tersenyum.
    “Tenang, sayang.  Setelah Papa membaca berita itu, papa segera menelpon Kakek. Syukurlah, saat ini Kakek dan Nenek dalam keadaan sehat. Katanya, mereka sedang berada di rumah Tante Ratmi di Jakarta. Kondisi mereka saat ini baik-baik saja.”
     “Syukurlah kalau begitu. Ibu juga ada disana ya, Mas?” tanya Mama dengan gembira.
Papa mengangguk tersenyum, lalu kembali menatapku.
     “Tumben, kamu menanyakan Kakek, Kei?”
Aku terkekeh sambil menggaruk kepala yang tidak gatal. “Hmm, iya Pa, Ma. Tiba-tiba aku teringat dengan Kakek. Aku ingin sekali bertemu dengan Kakek Pa, Ma.”
      Aku melihat Mama dan Papa tersenyum memandangku.
     "Baiklah sayang, besok kita ke rumah Tante  Ratmi ya, sekalian kita bertemu dengan Om Rahman dan Nenek Narti,” kata Papa padaku.
Aku pun mengangguk setuju.
***
       Aku melangkah masuk ke kamar. Di kamar, aku membuka laci meja belajarku dan menemukan foto kakek.  Beliau terlihat gagah mengenakan seragam pilot. Seketika, aku teringat dengan sosok beliau. Sudah lama aku belum bertemu kakek semenjak libur lebaran tahun lalu.
Bagiku, kakek adalah sosok pahlawan dalam hidupku, hebat dan kuat.  Ia sudah dua puluh lima tahun menggeluti pekerjaannya sebagai seorang pilot di masa mudanya. Kata Kakek, ia telah mengelilingi seluruh kota di Indonesia bahkan sudah sampai ke penjuru negeri. Rasanya, aku ingin keliling dunia seperti kakek. Pernah suatu hari aku bertanya pada kakek,
       “Kek, Kei ingin deh menjadi pilot seperti Kakek!” seruku dengan gembira.
       “Wow, mengapa Kei bisa berpikir seperti itu?” tanya Kakek penasaran.
      “Iya, Kek. Kalau besar nanti Kei ingin menjadi pilot, barangkali Kei bisa keluar angkasa. Kei ingin pergi ke Matahari, Kek!” seruku dengan polos.
Kakek terbelalak kaget, lalu tertawa.
        “Matahari? Hahahaha, cucu Kakek ini ada-ada saja. Memang apa yang mau kamu teliti disana?”
       “Teliti? Kei nggak tahu, Kek. Kata Mama, matahari itu jauh sekali  dan sulit di jangkau siapapun. Dan Kei bercita-cita menjadi orang pertama yang pergi ke Matahari!” teriakku sambil mengangkat kedua tangan yang di kepal ke udara. Kakek tersenyum membelai rambutku. 
       “Kek, kira-kira di Matahari itu ada apa ya?”
Kakek terlihat mengeryitkan dahi sambil berpikir, “ Hmm, ada apa ya?Matahari itu kan sebuah bola api raksasa yang panas dan teraaang sekali. Letaknya  juga sangat jauuuh sekali dari rumah kita, ” jelas kakek.
       “Wah, sulit ya Kek untuk kesana?” kataku terbelalak.
      “Ya sulit untuk masa sekarang,”  balas Kakek. “Sudah, daripada ngomongin matahari, lebih baik makan pizza cheese bareng Kakek!”
Aku tersenyum memandangi foto kakek. Aku berharap bisa bertemu beliau besok di hari kebahagiaanku.
***
     Keesokan paginya, aku bangun pagi-pagi sekali. Jarum jam menunjukkan pukul enam pagi. Aku sudah mandi dan bersiap-siap pergi ke rumah kakek. Aku keluar dari kamar dan  melihat ke sekelilingku. Tumben, rumah sepi sekali. Dimana Mama dan Papa?
“Mama... Papa.... Katanya mau ke rumah Kakek?” teriakku sambil mencari di dapur. Tiba-tiba...
TEK!
Lampu padam. Aku pun panik dan kembali berteriak mencari mereka.
 “Ma... Pa..! Kok lamp—“
“SURPRISE!!!”
Lampu kembali dinyalakan.
    Aku pun terkejut melihat sosok di depanku. Ada Mama, Papa, Tante Ratmi, Om Frans,  Nenek, dan tentunya.. Kakek yang datang! Nenek membawakan sebuah kado berukuran besar dengan pita merah yang mengikatnya. Tante Ratmi dan Om Frans membawa dua bungkusan besar yang berisi oleh-oleh dari Bogor.  Ayah dan Ibu membawa sebuah kue ulang tahun bertuliskan “Happy Birthday, Keinata!”.  Aku  berlari ke pelukan mereka sambil menangis. Saat itu pun aku merasa senang, itu tangis bahagia menurutku. Tak lupa, sang pahlawan membawa seloyang pizza cheese berukuran besar kesukaanku dengan lilin 17 di atasnya. Aku sungguh  bahagia hari ini.  Selain umurku yang bertambah, kebahagiaanku pun ikut bertambah. Benar-benar kado terindah untukku. Terima Kasih Tuhan. []

***



Comments

Popular posts from this blog

Aku tak membenci Hujan.

Hujan mengingatkanku akan sebuah kenangan. Karena saat hujan turun,  ia senantiasa memberikan kenangan baru dalam memoriku. Kenangan antara aku dan seseorang yang kucintai. Terkadang hujan datang tak kenal waktu, Namun ia mengerti dan paham kapan waktunya mereda. Bahkan, Seringkali hujan sengaja menjebak kita di tempat yang sama. dan dengan pertanyaan yang sama, "Kapan hujan ini reda?" Dan aku selalu menikmati kehadirannya. Bagiku, hujan memiliki kekuatan tersendiri, untuk menghadirkan kebahagiaan di setiap insan manusia. Kau tahu mengapa aku tak membenci hujan? Sebab selalu ada senyuman yang kulihat setelah hujan reda. Senyumanmu,  gelak tawamu,  bahkan candaan yang senantiasa menghibur hati. Kau tahu mengapa aku tak menbenci hujan? Sebab selalu ada genggaman hangat di jemariku dan seolah ikut berkata,"Tenanglah, Aku ada disini." Kau tahu mengapa aku tak membenci hujan? Karena hujan pandai menyamarkan kesedihan di wajahku. Ia tak pernah t

Lukisan Hujan - Sitta Karina

Resensi Novel   Judul Novel                  :  Lukisan Hujan   Pengarang                  :  Sitta Karina   Penerbit                      :   Terrant Books Tahun                         : 2004   Genre                        :   Novel Remaja(Romance) Tebal buku                  :   386 halaman  ISBN                        :  979-3750-00-6 ·          Sinopsis Novel      Novel “Lukisan Hujan” mengangkat cerita tentang kehidupan Diaz Hanafiah – cowok keturunan Hanafiah Group yang kaya raya dan terkenal, bagian dari  sosialita Jakarta. Orang tuanya merupakan pemilik “Hanafiah Group”, namun Diaz merupakan cowok yang bersikap dingin dan cuek. Karena kesederhanaan yang ditunjukan, dia sering diolok-olok karena tidak se- elite dan se- glamour sepupu-sepupunya.     Dimulai dari kedatangan tetangga baru seorang cewek bernama Sisy yang menggemparkan teman-temannya di komplek Bintaro Lakeside. Diaz yang awalnya penasaran akhirnya malah berkenalan di suatu

De Buron - Maria Jaclyn

PROLOG "Kalau kamu menyayangi seseorang, kamu enggak harus bersama dia untuk menjadi bahagia.Walaupun kalian berpisah,kamu pasti akan bahagia kalau melihatnya bahagia. Kurasa caramu menjadi bahagia salah, karena kulihat sekarang kamu cuma menyakiti dirimu sendiri," kata Ditya lagi.  Judul: De Buron Penulis: Maria Jaclyn Penerbit: Gramedia Pustaka Utama Tahun Terbit: 2005 Jumlah Halaman: 248 Halaman Kategori: Novel ISBN: 979-22-1396-1 Ukuran: 20 cm x 13,5 cm Harga: Rp 26.500,00     Pernah nggak sih kalian ngerasain betapa takutnya didatangi oleh  "Buronan" ? Cemas, Takut, Khawatir pasti menghinggapi perasaan kalian. Perasaan yang serupa timbul pada diri Kimly, cewe baik dan supel, ketika sosok pria bernama Raditya datang ke kehidupannya, hingga akhirnya Ia menyadari akan suatu hal pada sosok Ditya. Novel “De Buron” merupakan salah satu novel romance berbakat karangan Maria Jaclyn,penulis novel berbakat tahun 2005. Novel ini mengangkat