"Melihat kamu sedih setiap hari, itu menyiksa diri aku." Aku hanya tersenyum getir melihat wajahnya. Kupikir ia hanya bercanda saja, lanjutnya "Aku nggak sayang sama kamu, itu fakta." Lagi-lagi aku hanya tersenyum dan membalasnya dengan anggukan pelan. Karena aku tahu, ia hanya sedang dalam keadaan emosi. "Aku mau kamu coba lupain aku. Bukan coba, tapi harus." Seketika lidahku kelu dan tubuhku lemas. Berdiri pun aku tak sanggup. Kakiku gemetar menahan tangis. Aku hanya bisa memandangi keramik alih-alih membuang muka. Aku tak sanggup mendengar suara tangisnya yang pecah, membuyarkan senyum, perhatian, dan tawanya yang baru saja kulihat lagi setelah sekian lama. Dan aku tak sanggup melihat ia selalu tersiksa karena keberadaanku. Bahkan, aku tak sanggup melihat hatiku sendiri yang telah hancur tak karuan.
Tuhan,
Engkau melambungkanku dengan segenap harapan bahwa ia akan kembali. Awalnya kupikir hubungan kami akan kembali membaik, nyatanya semua berbanding terbalik ketika kata-kata itu terlontar dari mulutnya. Benarkah itu suara hatinya? Atau hanya penyesalannya belaka? Ketika luka dihatiku hampir mengering, hari ini Kau banting hatiku hingga hancur lebur hingga tak bersisa.
Tuhan, aku harap ini hanya mimpi.
Tuhan,
Engkau melambungkanku dengan segenap harapan bahwa ia akan kembali. Awalnya kupikir hubungan kami akan kembali membaik, nyatanya semua berbanding terbalik ketika kata-kata itu terlontar dari mulutnya. Benarkah itu suara hatinya? Atau hanya penyesalannya belaka? Ketika luka dihatiku hampir mengering, hari ini Kau banting hatiku hingga hancur lebur hingga tak bersisa.
Tuhan, aku harap ini hanya mimpi.
Comments
Post a Comment