Mendengar Bahasa Indonesia mungkin kesan pertama kali
yang muncul adalah kesan baku, EYD baik dan benar, dan identitas bangsa. Lalu, bagaimana
dengan bahasa gaul atau alay? Mungkin, banyak kesan yang akan
keluar dari masyarakat.
Jelas, penggunaan bahasa gaul bukan saja muncul di era 2000-an. Nyatanya,
Bahasa Gaul telah muncul pada era 70-an, dikenal dengan sebutan bahasa Prokem. Contohnya kata Bapak yang dipotong
menjadi Bap dan disisip ok menjadi Bokap, begitu juga penyebutan orangtua perempuan Nyokap.
Dari masa ke masa, Bahasa Indonesia juga mengalami perkembangan, perbaikan ejaan misalnya, hal itu ternyata perlu dilakukan
untuk penyesuaian. Sama halnya dengan bahasa gaul itu sendiri. Bahasa prokem telah mengalami pergeseran
fungsi dari bahasa rahasia agar tidak semua orang tahu menjadi bahasa pergaulan anak-anak remaja.
Bahasa Prokem kini masih exist di
kalangan remaja era sekarang. Misalnya, penggunaan kata galau yang sama artinya dengan gamang dalam bahasa baku, yaitu sedih
atau perasaan tidak enak.
Sayangnya tidak semua
bahasa Indonesia atau bahasa gaul dari
masa ke masa memberi kesan keren atau
terlihat berbeda dengan lainnya. Berbalik arah, masyarakat seakan merindukan
bahasa baku, bahasa ibu. Ya, bahasa Indonesia yang baik dan benar. Hal ini
muncul karena fenomena bahasa alay, bahasa
yang biasanya digunakan remaja ketika berkomunikasi lewat media atau jejaring
sosial. Bahasa alay memiliki kesan
aneh dan tidak bisa dipahami.
“Sebenarnya
sih nggak mau pakai bahasa alay, tapi
kalau lihat orang lain pakai bahasa alay nggak
kenapa-napa sih. Wajar aja,” ungkan Veren salah satu siswi SMA Candle Tree. Berbeda
dengan Veren, hal positif lain diungkapkan oleh Stella, “Menurut
saya sih, bahasa Indonesia masih terlalu
baku dan kaku jika dipakai dalam berkomunikasi, kalau pakai bahasa Alay kan lebih mudah dimengerti,” ujar salah satu siswi SMA Candle Tree ini. Meski
berkesan menyalahi kaidah Bahasa Indonesia, penggunaan bahasa gaul atau alay akan terus berkembang sesuai masanya.
Bila
kita telaah lebih jauh, masyarakat Indonesia secara tidak sadar mulai melupakan
jati dirinya sebagai warga Indonesia. Mereka lebih menyukai menggunakan bahasa
‘alay’ yang lebih singkat dan mudah dipahami dibandingkan dengan bahasa dari
bangsa mereka sendiri. Di era globalisasi ini, tidak sedikit dari mereka
yang tidak sadar betapa pentingnya
Bahasa Indonesia dalam kehidupan kita. Tanpa disadari, bahasa Indonesia bisa
terkikis sedikit demi sedikit seiring perkembangan zaman.
Fenomena bahasa dari masa ke masa di Indonesia memang
unik untuk dipelajari. Bahasa Indonesia yang baik dan benar memang tidak bisa dihapuskan, meski seiring waktu bahasa lain akan terus
mengikutinya sebagai warna baru dalam komunikasi. (Tujuh/MP)
Comments
Post a Comment